Panorama Wisata Indonesia News: Mencapai Hidup Sejati Menurut Tasawuf Jawa

DISTRIBUTOR COMPUTER, LAPTOP AND ACCESSORIES

HOME........PRODUCT........PROFILE........CONTACT

Sunday, 20 April 2014

Mencapai Hidup Sejati Menurut Tasawuf Jawa

Mencapai Hidup Sejati Menurut Tasawuf Jawa Menurut ajaran Sunan kajenar, tanda kehidupan itu adalah berdasarkan dalil hidup tidak akan mempan kematian, abadi selama-lamanya. Maka kehidupan sesungguhnya dapat di capai apabila sudah mampu menyatukan diri bersama Dzat Allah. Atas dasar itulah ia mengatakan bahwa alam didunia ini disebut alam kematian, bukan kehidupan. Ia berkata, itulah sebabnya didunia yang saya tempati sekarang ini saya namai alam kubur. Di dunia ini saya menemukan raga bersifat jasad, sesuai dengan dalil al-‘alamu kullu maujudin yang artinya dalam tia-tiap alam, manusia menemukan raga bangkai. Maka sekarangpun sudah nampak. Hidup saya di dunia ini menemukan wujud jisim,tiang, sumsum, otot, serta daging. Saya tersesat di dalam dunia kematian ini. Di sini saya berjumpa dengan penyesatan agung, goda rencana, iblis, setan, dan neraka yang banyak sekali jumlahnya. Di dunia ini pula jisim terbelenggu rantai dan air panas.saya sungguh menyesal dalam keadaan mati di dunia ini. Menggunakan panca indra yang bersifat baru, perut dan isi perut selalu minta diisi . haus dan lapar sudah saya derita, sakit dan sedih sudah saya alami, darah dan daging turut menumpang, padahal semua itu akhirnya menjadi debu. Sama halnya denga Sunan kajenar, wali songo juga mengajarkan bahwa hidup sejati hanya bisa diraih jika sudah meniadakan kedirianya sebagai manusia yang menyatukan diri dengan Dzat tuhan yang abadi selamanya. Caranya adalah dengan tanazul dan taraqi, yakni memahami dan mempraktikan ajaran martabat tujuh secara menurun dan mendaki. 1. Tanazul(menurun) 1.Dzat Tuhan yang tidak bernama, karena tidak ada satu nama pun yang mampu mewakili keberadaanya. Maka ia di sebut Aku. Inilah tuhan sejati, hidup sejati, sebagaimana diidam-idamkan oleh syekh siti jenar. Inilah martabat ahadiyah dalam tataran martabat tujuh. Tuhan sejati atau Aku ini berdiri sendiri tiada berawal dan berakhir, serta maha esa. Dia sendiri dan ingin di kenal, namun tidak ada yang dapat mengenalnya karena tidak ada yang lain selain dirinya. Dia berkeinginan menciptakan makhluk agar makhluk tersebut mengenal-nya . Tuhan menciptakan suatu makhluk dengan bahan dirinya, karena tidak ada bahan lain. Jadi makhluk yanga akan dia ciptakan itu berasal dari dirinya sendiri, atau dengan kata lain makhluk itu bukan barang baru namun hanya penampakan lain dari rupa diri tuhan.sebagaimana dijelaskan ibnu arabi awal penciptaan dimulai dengan iradah dari Allah Ta’ala.sebagaimana firmanya idza araada syai’an an yaqulalahu kun fayakun(jika dia telah berkehendak terhadap sesuatu, cukup dia mengatakan jadi’maka jadilah ia) segala sesuatu di alam semesta ini menjadi ada karena irodat atau kehendak Tuhan. Sunan kajenar lalu menolak mengatakan manusia dan alam semesta ini sebagai ciptaan. Namun mereka ada karena menemukan keadaan . ibarat ombak yang menemukan keadaanya dari samudra. Ombak pada dasarnya tidak ada , namun merupakan bagian dari samudra tersebut.demikian konsep penciptaan menurut Sunan kajenar dan pada akhirnya diyakini oleh Wali songo dan para sufi lainya. Penampakan Tuhan ini berjalan secara menurun dan penurunan yang pertama adalah sebagai nur muhammad. orang islam menyebutnya sebagai Allah. Atas dasar ini sunan kajenar menolak menyebut Allah sebagai tuhan sejati. Allah hanyalah nama untuk menyebut diri tuhan. Padahal sejatinya dia tidak bisa di jangkau dengan nama.menurutnya, menyebut nama Allah adalah suatu kebohongan , kedurjanaan dalam beragama. Allah ada karena. Ini hanyalah nama untuk mempermudah pengenalan terhadapnya saja, tidak mewakili tuhan sesungguhnya. Nur muhammad /Allah tiada beda, setidaknya demikian menurut sunan kajenar. 2.Penampakan tuhan kedua dengan nama Allah ini ini sudah mengurangi kesempurnaan diri-nya. Sekali lagi sunan kajenar dan murid-muridnya enggan menyembah Allah. Dia mengatakan bahwa Allah bersemayam dalam Dzatnya. Mereka engan untuk sholat di masjid, puasa, zakat, serta haji dengan harapan surga sebagaimana yanga di janjikan Allah melaui Nabi “Muhammad. Penurunan ini bukan berarti bahwa tuhan ada dua .tetap satu. Dia hanya menampakkan diri dalam kualitas menurun agar lebih mudah di kenal. Dzat Tuhan terlalu suci untuk dikenal, dan nama Allah merupakan jembatan atau jalan tengah agar dia dapat lebih mudah dikenal. Tahapan ini biasa disebut dengan Martabat Wahdah. 3.Rupanya, dengan penurunan diri dengan nama Allah ini pun masih belum cukup dikenal secara mudah. Maka Tuhan menurunkan diri lagi menjadi bersifat kemakhlukan, yakni Nur Muhammad yang tidak lagi bernama Allah. Nur Muhammad pada tahapan ini bersifat mendua, yakni selalu berpasang-pasangan sebagai cikal bakal penciptaan alam semesta. Tahapan ini biasa di sebut Martabat Wahidiyat. Bahan penciptaan alam semesta berasal dari Nur Muhammad pada martabat ini. Semuanya terkumpul menjadi satu. 4. Dari Nur Muhammad yang telah bersifat kemakhlukan ini, terurai menjadi bagian-bagian halus yang belum nampak. Itulah roh-roh atau alam arwah. Roh merupakan sumber kehidupan bagi tiap-tiap benda. Roh ini berasal langsung dari Tuhan, ibarat diembuskan dari dirinya. Kehidupan syarat mutlak bagi makhluk untuk dapat mengenal Tuhan, maka dia menjadikan roh-roh ini sebagai sumber kehidupan. Hidup makhluk ini berasal dari roh-roh ini . atas dasar ini pulalah sunan kajenar mengatakan bahwa kehidupan makhluk ini hanyha semu saja karena berasal dari sumber yang kecil, Kehidupan. 5. Sumber kehidupan berupa roh ini tidak akan mampu mewakili keinginan Tuhan jika tidak disertai sarana atau wadah. Untuk itu, Tuhan menjadikan wadah bagi kehidupan tersebut. Nur Muhammad yang bersifat makhluk itu terurai menjadi bagian-bagian terpisah yang masih halus. Inilah alam misal. Di dalamnya terkumpul berbagai jenis makhluk, seperti Malaikat, jin, setan, iblis, jiwa manusia , surga, neraka, dan sebagainya. Dalam Alam misal ini manusia sudah ada namun masih berbbbbbentuk jiwa. Ia belum memiliki raga. Selanjutnya Tuhan menampakkan Dzatnya sebagai wadah perbuatan, nama, dan sifatnya, sehingga muncullah alam ajsam. 6. Pada alam ajsam ini, Tuhan menampakkan diri secara menyeluruh. Raga adalah perwujudan rupa dirinya. Perbuatan, nama dan sifat alam semesta adalah wajahnya. Semua itu terbungkus dalam sifat kemakhlukan yang serba mendua, ada hitam dan putih, ada baik dan buruk, ada senang ada sedih. Jadi, hidup sebagai makhluk selalu diliputi sifat ketidak sempurnaan. Lain halnya Dzat Tuhan yang mandiri, langgeng, tunggal, tidak tersentuh rasa lapar, ngantuk, sakit dan sedih. 7. Setelah mengetahui hakikat diri secara menurun ini, maka tahulah bahwa alam semesta ini pada hakikatnya adalah gambaran rupa Tuhan. Manusia adalah makhluk yang paling sempurna, karena dibekali kemampuan untuk mendaki dan menyatu dengan Dzat maulana wajibul wujud hingga menjadikan dirinya sebagai wakil tuhan di dunia. Inilah manusia sempurna, manusia yang telah sampai pada hakikat dirinaya, yakni Dzat yang sempurna. Hidup Sejati sebagaimana yang di ajarkan oleh Wali Songo dan sunan kajenar akhirnya bermuara pada penyatuan kepada DZAT yang sejatinya…….

No comments:

Post a Comment